ART dan Majikan
ART
PART-14
Bapak Lili serasa jengah dengan pandangan ibunya Lili
Tapi dia masih tetap diam.
"Apa maksudmu mau jemput Lili?," selama ini kamu kemana aja, hilang-hilang tak tau rimbanya, tiba-tiba datang mau mengambil anak, sialan sampean," ujarnya dengan nada yang tinggi.
Aku permisi ke belakang membawa nak gadis yang mau pipis.
"Lili numpang ibu ke belakang ya," ujarku
" Ya bu," jawabnya sambil mengiringi langkahku
Ke belakang, menuju kamar mandi.
Aku menyempatkan diri memberi nasehat buat Lili, mumpung lagi tidak ada orang lain di sini, aku membathin.
" Lili, walau kamu bukan anak ibu, ibu sayang sama kamu," ujarku
Dia langsung memotong ucapanku.
"Kalau begitu, bawa aku kembali kerumah ibu," ujarnya penuh harap.
Ya aku maklum. Lili pasti lebih betah tinggal di rumah kami. Jujur kalau di rumah kami soal makanan dia bebas. Berapa kamu mau, makan aja, mau minum susu, teh, kopi. atau yang lainnya , silahkan. Yang penting badanmu sehat. Kalau habis nanti dibeli lagi."
Itulah yang sering kusampaikan ke Lili waktu dia tinggal bersama kami. Alhasil jadilah Lili gadis yang sehat, badan mulai berisi, dan kulitnya mulai memutih.
Sering kutemui di kamarnya bungkus energen. Saking doyannya dia, energen tidak cuma dimakan dicampur air layaknya aturan penggunaannya. Tapi energen juga dijadikannya untuk makanan ngemil. Bagiku sih fine-fine aja . Bukankah aku yang menyuruh dia, selagi ada selera, makan aja.
Setelah dia tinggal dengan ibunya, tentu semua akan berubah drastis. Dengan segala keterbatasan ibunya, tentunya juga akan menyulitkan dia dalam menyediakan kebutuhan makananan bagi anaknya.
" Lili, ibu tidak bisa lagi membawa kamu bekerja di rumah ibu, satu nasehat ibu, seandainya disuruh memilih, kamu mau tinggal dengan siapa? maka jagalah ibumu nak. Kasihan ibumu yang sudah dari dulu bersama kalian," ujarku.
"Ya bu," jawabnya galau.
"Ya sudah, ini adek udah selesai pipis. Ibu ke depan dan lanjut pamit mau pulang ya? " timpalku.
"Ya bu , tiba-tiba dia memelukku erat sambil menangis," maafkan semua kesalahan Lili ya bu. ujarnya .
"Ya udah, jangan lagi menangis, ibu juga minta maaf ya," ujarku pendek.
"Ya,bu, trimakasih untuk semua kebaikan ibu bapak selama ini ke saya," ujarnya.
" Ya Lili, udah jangan nangis lagi , antar ibu ke depan ," ujarku.
Setelah sampai di ruang tamu, ternyata sedang terjadi perdebatan sengit antara bapak dan ibu Lili. Di sana masih duduk suamiku yang mencoba menjadi penengah.
" Ya sekarang Lili sudah kami antar kesini, silahkan bapak dan Ibu musyawarakan baik-baik demi kebaikan anak, saya tidak bisa ikut campur,," ujar suamiku dengan rasa kesal.
"Kami pamit, pulang," ujar beliau lagi.
"Ya pak," jawab mereka berbarengan.
Aku ,suami, dan anak gadis salaman dengan mereka, dan setelah itu langsung menuju mobil yang masih setia menunggu di pinggir jalan...
Bersambung..
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap surantap.lanjut
Buku yang keren, sudah ku baca habis. Mantap bucan
Soal energen nih, aku sering seperti itu dulu...duh bahaya sebenarnya..gulanya. mantap deh. salam Bu can
makin inspiratif, semoga makin sukses teman gurusianer
Keren ibu cantik.. Dinantikan sambungannya.. Salam santun
keren
Keren Diajeng say, ceritanya...Ditunggu lanjutannya.